Kendala Berkomunikasi pada Anak dengan Trauma Fisik
dan Psikis Terhadap Perawatan Medis
2.1 Definisi
Trauma Fisik dan Psikis pada anak
Trauma adalah
cedera yang terjadi pada batin dan tubuh akibat suatu peristiwa tertentu.
Keberadaan trauma sebagai suatu peristiwa yang pernah dialami sebenarnya. Jadi,
bukan merupakan suatu masalah, namun biasanya efek dari trauma tersebut yang
menimbulkan berbagai gangguan/keluhan, baik yang bersifat fisik, mental
emosional, perilaku sosial, maupun spiritual.
Trauma
psikologis anak didefinisikan sebagai ancaman fisik atau psikologis atau
penyerangan kepada fisik anak, integritas, rasa diri, keselamatan atau
kelangsungan hidup atau untuk keselamatan fisik orang lain signifikan terhadap
anak.
2.2 Penyebab
trauma fisik dan psikis anak
Hospitalisasi
pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang darurat mengharuskan anak
untuk tingal di rumah sakit dengan menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dapat mengalami
berbagai kejadian yang menunjukkan pengalaman yang sangat trauma dan penuh
dengan stress.
Pelayanan
keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, mencegah
penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan kepada seseorang untuk
mencapai kondisi sejahtera dalam kesehatannya. Seorang anak sering kali
mengalami trauma fisik dan psikis akibat pengalaman anak ketika pelayanan keperawatan
yang diberikan oleh tenaga medis di Rumah Sakit. Trauma fisik dan psikis yang
dialami anak tersebut dapat menjadi hambatan bagi perawat dalam proses
berkomunikasi.
Lingkungan fisik
dan psikososial dapat menjadi stressor bagi anak untuk menimbulkan trauma. Lingkungan
fisik yang dapat menimbulkan trauma pada anak adalah lingkungan fisik rumah
sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang
digunakan dan lingkungan antar sesama pasien. Dengan adanya tekanan tersebut
anak dapat mengalami gangguan tidur, pembatasan aktivitas, perasaan nyeri,
kecemasan, kecewa, sedih hingga berdampak pada proses kesembuhannya.
Trauma fisik dan
psikis anak akan mengahambat proses kesembuhannya, karena perasaan seseorang
dapat berpengaruh terhadap cepat lambat kesembuhannya. Semakin perasaan dalam
dirinya itu nyaman maka proses kesembuhannya akan berjalan semakin cepat. Lingkungan
atau suasana rumah sakit yang terkesan menyeramkan dan membuatnya merasa asing
dan kesepian karena berbeda dengan ketia ia masih berada di rumah bersama
keluarga dan saudara-saudaranya.
2.3 Kendala
yang di hadapi saat berkomunikasi
Trauma
fisik dan psikis akan menghambat proses komunikasi perawat dengan pasien anak.
Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anak dapat memberikan persepsi atau
bayangan tertentu kepada anak, misalnya pada saat dilakukan injeksi pada anak
atau saat pemasangan infus, pemberian obat, makan dan minum. Pengalaman masa
lalu anak ketika diimunisasi memberikan dampak tertentu pada psikologinya, perasaan
sakit yang di alami anak akan menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa perawat adalah
orang yang sesalu menyakiti orang lain dengan tindakan-tindakan medisnya
sehingga dia maerasa bahwa perawat telah menyakitinya dan timbullah rasa takut,
cemas dan marah kepada perawat.
Proses
komunikasi dengan anak terganggu karena ketakutan dan kemarahan anak terhadap
perawat sehingga biasanya ketika perawat sedang bertugas dan memberikan
pertanyaan kepada anak, anak tidak mau menjawab pertanyaan tersebut bahkan
berontak terhadap pelayanan yang diberikan. Anak tidak menghiraukan perawat
ketika di berikan pertanyaan-pertanyaan mengenai keluhan yang ia rasakan, menunjukkan
sikap cuek karena kemarahan tersebut. Bahkan tak jarang pasien menjadi menangis
saat di periksa oleh perawat karena ia cemas dan takut akan mendapat perlakuan
yang menyakiti dirinya.
Saat
perawat hendak memberikan injeksi kepada pasien anak, anak tersebut berontak
dan bergerak kesana-kemari untuk menghindari perawatan yang akan di berikan.
Menangis meronta-ronta merupakan tanda ketakutan anak terhadap apa yang pernah
ia rasakan dan menjadi traumatis ketika ia menemukan hal tersebut kembali akan
diberikan pada dirinya. Ketika perawat akan memasang infus pada pasien, anak
yang belum pernah di berikan infuse pada awalnya mungkin akan terlihat biasa
saja dan tidak tampak ketakutan pada dirinya karena dia belum mengerti, tidak
ada traumatis pada dirinya, namun pemandangan tersebut akan berbeda ketika ia
mulai melihat tindakan yang akan di berikan perawat, begitu ia melihat sesuatu
yang hendak di pasang pada tubuhnya maka dia pasti akan melakukan penolakan.
Perasaan
trauma dan takut terhadap tenaga medis juga berdampak ketika perawat memberikan
obat kepada pasien. Rasa obat yang pahit atau tidak enak menimbulkan persepsi
pasien bahwa perawat itu akan meracuni dia, sehingga pasien menangkis sendok
obat yang akan di berikan. Ketika diberikan penjelasan pun pasien terkadang
tidak menghiraukan karena perasaan takutnya, terus menerus menangis dan tidak
mau untuk diobati.
2.4 Komunikasi
oleh perawat
Dalam
menangani hal tersebut, perawat perlu menggunakan cara-cara khusus dalam
menghadapinya. Atraumatic care
mungkin menjadi cara yang efektif untuk mengatasi masalah dalam berkomunikasi
dengan anak. Atraumatic care adalah
perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak. perawatan tersebut di
fokuskan dalam pencegahan terhadap trauma dengan mengurangi dampak psikologis
darai tindakan yang di berikan.
1. Melibatkan
orang tua pasien
Peran
orang tua sangat diperlukan dalam mengatasi kesulitan berkomunikasi dengan anak
trauma. Orang tua hendaknya dilibatkan dalam perawatan anak karena orang tua
adalan orang terdekat dengan anak, sehingga akan lebih memahami keinginan anak
dan orang tua juga mengerti tentang masa lalu atau riwayat yang pernah di alami
anak terkait dengan perawatan medis. Karena dalam bayangan anak, perawat hanya
akan menyakitinya sehingga dengan dilibatkannya orang tua maka anak akan merasa
lebih nyaman dan tenang perasaannya ketika ada orang tua yang berada di
sampingnya. Selain itu anak juga akan merasa mendapatkan perlindungan dari
orang yang lebih menyayanginya yaitu orang tua. Perawat merupakan sosok yang
asing bagi anak, karena perawat bukan anggota keluarga dan dia tidak
mengenalnya sehingga anak menganggap perawat adalah orang jahat. Sehingga
dengan adanya orang tua juga akan memberikan dukungan kepada anak bahwa perawat
bukanlah orang yang jahat, tetapi orang yang akan membantunya untuk terbebas
dari penyakit yang di derita.
2. Memberikan
penjelasan mengenai prosedur perawatan
Tidak
dapat di pungkiri bahwa diinjeksi itu menyakitkan. Perawat sebaiknya menjelaskan
tentang apa yang akan dia lakukan pada anak. memberikan pengertian khusus untuk
mengurangi dampak ketakutan terhadap perawatan, “Adek, suster mau kasih adek
sesuatu. adek pernah di suntik? Disuntik itu memang sakit adek, tapi adek tidak
perlu khawatir ya manis, karena sakitnya itu cuma sebentar setelah itu adek bisa
sehat kembali. Ya adek manis? Mau ya?”. Anak memang sangat sensitive terhadap
hal-hal kekerasan, perawat sebaiknya menggunakan bahasa-bahasa yang halus dan
menyejukkan hati anak agar hati anak tersebut menjadi sedikit luluh dan merasa
bahwa perawat tersebut tidak akan menyakitinya.
3. Membuat
lingkungan menjadi nyaman
Membuat
lingkungan menjadi nyaman dan tidak menakutkan atau menyeramkan bagi anak
dengan memodifikasi lingkungan menjadi senyaman mungkin dengan dekorasi nuansa anak
yang penuh keceriaan, tempat tidur bermotif warna-warni. Memberikan mainan anak
agar tidak membuatnya jenuh ketika berada di rumah sakit, juga agar anak dapat
beristirahat dengan nyaman meskiput tidak berada di rumahnya sendiri.
4. Mengajak
pasien bermain dan bercanda
Untuk mengurangi
stress atau trauma yang dialami anak, perawat mengajak pasien untuk bermain dan
bercanda. Karna itu akan menimbulkan keakraban pasien dengan perawat sehingga
pasien akan menganggap perawat bukan orang yang asing lagi bagi dirinya dan
tidak akan menyakitinya bahkan percaya bahwa perawat tersebut akan membantunya.
Dengan candaan dan tawa, maka perasaan takut akan sedikit demi sedikit
berkurang sehingga komunikasi antara anak dan perawat dapat berjalan efektif
ketika perasaan anak sedang bahagia dengan gelak tawanya maka itulah kesempatan
perawat untuk mendekatkan diri dengan pasien.