Kamis, 29 Agustus 2013

komunikasi pada Anak dengan Trauma Fisik dan Psikis Terhadap Perawatan Medis


Kendala Berkomunikasi pada Anak dengan Trauma Fisik dan Psikis Terhadap Perawatan Medis

2.1  Definisi Trauma Fisik dan Psikis pada anak
Trauma adalah cedera yang terjadi pada batin dan tubuh akibat suatu peristiwa tertentu. Keberadaan trauma sebagai suatu peristiwa yang pernah dialami sebenarnya. Jadi, bukan merupakan suatu masalah, namun biasanya efek dari trauma tersebut yang menimbulkan berbagai gangguan/keluhan, baik yang bersifat fisik, mental emosional, perilaku sosial, maupun spiritual.
Trauma psikologis anak didefinisikan sebagai ancaman fisik atau psikologis atau penyerangan kepada fisik anak, integritas, rasa diri, keselamatan atau kelangsungan hidup atau untuk keselamatan fisik orang lain signifikan terhadap anak.

2.2  Penyebab trauma fisik dan psikis anak
Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang darurat mengharuskan anak untuk tingal di rumah sakit dengan menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai kejadian yang menunjukkan pengalaman yang sangat trauma dan penuh dengan stress.
Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, mencegah penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan kepada seseorang untuk mencapai kondisi sejahtera dalam kesehatannya. Seorang anak sering kali mengalami trauma fisik dan psikis akibat pengalaman anak ketika pelayanan keperawatan yang diberikan oleh tenaga medis di Rumah Sakit. Trauma fisik dan psikis yang dialami anak tersebut dapat menjadi hambatan bagi perawat dalam proses berkomunikasi.
Lingkungan fisik dan psikososial dapat menjadi stressor bagi anak untuk menimbulkan trauma. Lingkungan fisik yang dapat menimbulkan trauma pada anak adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan lingkungan antar sesama pasien. Dengan adanya tekanan tersebut anak dapat mengalami gangguan tidur, pembatasan aktivitas, perasaan nyeri, kecemasan, kecewa, sedih hingga berdampak pada proses kesembuhannya.
Trauma fisik dan psikis anak akan mengahambat proses kesembuhannya, karena perasaan seseorang dapat berpengaruh terhadap cepat lambat kesembuhannya. Semakin perasaan dalam dirinya itu nyaman maka proses kesembuhannya akan berjalan semakin cepat. Lingkungan atau suasana rumah sakit yang terkesan menyeramkan dan membuatnya merasa asing dan kesepian karena berbeda dengan ketia ia masih berada di rumah bersama keluarga dan saudara-saudaranya.

2.3  Kendala yang di hadapi saat berkomunikasi
Trauma fisik dan psikis akan menghambat proses komunikasi perawat dengan pasien anak. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anak dapat memberikan persepsi atau bayangan tertentu kepada anak, misalnya pada saat dilakukan injeksi pada anak atau saat pemasangan infus, pemberian obat, makan dan minum. Pengalaman masa lalu anak ketika diimunisasi memberikan dampak tertentu pada psikologinya, perasaan sakit yang di alami anak akan menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa perawat adalah orang yang sesalu menyakiti orang lain dengan tindakan-tindakan medisnya sehingga dia maerasa bahwa perawat telah menyakitinya dan timbullah rasa takut, cemas dan marah kepada perawat.
Proses komunikasi dengan anak terganggu karena ketakutan dan kemarahan anak terhadap perawat sehingga biasanya ketika perawat sedang bertugas dan memberikan pertanyaan kepada anak, anak tidak mau menjawab pertanyaan tersebut bahkan berontak terhadap pelayanan yang diberikan. Anak tidak menghiraukan perawat ketika di berikan pertanyaan-pertanyaan mengenai keluhan yang ia rasakan, menunjukkan sikap cuek karena kemarahan tersebut. Bahkan tak jarang pasien menjadi menangis saat di periksa oleh perawat karena ia cemas dan takut akan mendapat perlakuan yang menyakiti dirinya.
Saat perawat hendak memberikan injeksi kepada pasien anak, anak tersebut berontak dan bergerak kesana-kemari untuk menghindari perawatan yang akan di berikan. Menangis meronta-ronta merupakan tanda ketakutan anak terhadap apa yang pernah ia rasakan dan menjadi traumatis ketika ia menemukan hal tersebut kembali akan diberikan pada dirinya. Ketika perawat akan memasang infus pada pasien, anak yang belum pernah di berikan infuse pada awalnya mungkin akan terlihat biasa saja dan tidak tampak ketakutan pada dirinya karena dia belum mengerti, tidak ada traumatis pada dirinya, namun pemandangan tersebut akan berbeda ketika ia mulai melihat tindakan yang akan di berikan perawat, begitu ia melihat sesuatu yang hendak di pasang pada tubuhnya maka dia pasti akan melakukan penolakan.
Perasaan trauma dan takut terhadap tenaga medis juga berdampak ketika perawat memberikan obat kepada pasien. Rasa obat yang pahit atau tidak enak menimbulkan persepsi pasien bahwa perawat itu akan meracuni dia, sehingga pasien menangkis sendok obat yang akan di berikan. Ketika diberikan penjelasan pun pasien terkadang tidak menghiraukan karena perasaan takutnya, terus menerus menangis dan tidak mau untuk diobati.

2.4  Komunikasi oleh perawat
Dalam menangani hal tersebut, perawat perlu menggunakan cara-cara khusus dalam menghadapinya. Atraumatic care mungkin menjadi cara yang efektif untuk mengatasi masalah dalam berkomunikasi dengan anak. Atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak. perawatan tersebut di fokuskan dalam pencegahan terhadap trauma dengan mengurangi dampak psikologis darai tindakan yang di berikan.
1.    Melibatkan orang tua pasien
Peran orang tua sangat diperlukan dalam mengatasi kesulitan berkomunikasi dengan anak trauma. Orang tua hendaknya dilibatkan dalam perawatan anak karena orang tua adalan orang terdekat dengan anak, sehingga akan lebih memahami keinginan anak dan orang tua juga mengerti tentang masa lalu atau riwayat yang pernah di alami anak terkait dengan perawatan medis. Karena dalam bayangan anak, perawat hanya akan menyakitinya sehingga dengan dilibatkannya orang tua maka anak akan merasa lebih nyaman dan tenang perasaannya ketika ada orang tua yang berada di sampingnya. Selain itu anak juga akan merasa mendapatkan perlindungan dari orang yang lebih menyayanginya yaitu orang tua. Perawat merupakan sosok yang asing bagi anak, karena perawat bukan anggota keluarga dan dia tidak mengenalnya sehingga anak menganggap perawat adalah orang jahat. Sehingga dengan adanya orang tua juga akan memberikan dukungan kepada anak bahwa perawat bukanlah orang yang jahat, tetapi orang yang akan membantunya untuk terbebas dari penyakit yang di derita.

2.    Memberikan penjelasan mengenai prosedur perawatan
Tidak dapat di pungkiri bahwa diinjeksi itu menyakitkan. Perawat sebaiknya menjelaskan tentang apa yang akan dia lakukan pada anak. memberikan pengertian khusus untuk mengurangi dampak ketakutan terhadap perawatan, “Adek, suster mau kasih adek sesuatu. adek pernah di suntik? Disuntik itu memang sakit adek, tapi adek tidak perlu khawatir ya manis, karena sakitnya itu cuma sebentar setelah itu adek bisa sehat kembali. Ya adek manis? Mau ya?”. Anak memang sangat sensitive terhadap hal-hal kekerasan, perawat sebaiknya menggunakan bahasa-bahasa yang halus dan menyejukkan hati anak agar hati anak tersebut menjadi sedikit luluh dan merasa bahwa perawat tersebut tidak akan menyakitinya.

3.    Membuat lingkungan menjadi nyaman
Membuat lingkungan menjadi nyaman dan tidak menakutkan atau menyeramkan bagi anak dengan memodifikasi lingkungan menjadi senyaman mungkin dengan dekorasi nuansa anak yang penuh keceriaan, tempat tidur bermotif warna-warni. Memberikan mainan anak agar tidak membuatnya jenuh ketika berada di rumah sakit, juga agar anak dapat beristirahat dengan nyaman meskiput tidak berada di rumahnya sendiri.

4.      Mengajak pasien bermain dan bercanda
Untuk mengurangi stress atau trauma yang dialami anak, perawat mengajak pasien untuk bermain dan bercanda. Karna itu akan menimbulkan keakraban pasien dengan perawat sehingga pasien akan menganggap perawat bukan orang yang asing lagi bagi dirinya dan tidak akan menyakitinya bahkan percaya bahwa perawat tersebut akan membantunya. Dengan candaan dan tawa, maka perasaan takut akan sedikit demi sedikit berkurang sehingga komunikasi antara anak dan perawat dapat berjalan efektif ketika perasaan anak sedang bahagia dengan gelak tawanya maka itulah kesempatan perawat untuk mendekatkan diri dengan pasien.