Sabtu, 25 Mei 2013

KONSEP DASAR LUKA


BAB 2. PEMBAHASAN

2.1    Pengertian luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). Definisi lainnya yaitu Luka adalah rusaknya struktur dan fungsianatomis kulit normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel.

2.2    Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam prose penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2.3 Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

2.3    Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cedera. Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995). Menurut Kozier, fase penyembuhan luka adalah sebagai berikut.
1. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
     Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.

2. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.

3. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.

tabel w

Sedangkan menurut Gruendemann. Dkk dalam buku Keperawatan Perioperatif (519-520), fase penyembuhan luka sebagai berikut.

1.    Fase peradangan (Inflamatori)
Fase peradangan dimulai saat insisi bedah dan berlanjut selama 4-5 hari. Selama waktu ini, luka memperlihatkan tanda-tanda klasik peradangan seperti kemerahan, panas, nyeri dan pembengkakan. Selama fase ini terdapat dua peristiwa utama, hemostasis dan fagositosis.
Peristiwa awal bermula saat dinding pembuluh terpotong sewaktu insisi bedah. Cedera pada dinding pembuluh tersebut mengaktifkan trombosit dann menyebabkan kontriksi otot polos transien. Kejadian-kejadian ini memicu pembentukan bekuan dan hemostasis. Segera sesudahnya, baik trombosit maupun fragmen-fragmen system komplemen mengeluarkan berbagai faktor stimulasi yang meningkatkan aliran darah dan permeabilitas kapiler darah halus dan menyebabkan semua pembuluh halus lokal berdilatasi dan tetap berdilatasi selama beberapa waktu setelah cedera. Hal ini memungkinkan leukosit fagositik (neutrofil dan makrofag) yang dalam keadaan normal dorman bermigrasi ke tempat luka.
Fagositosis dipicu oleh neutrofil. Cooper (1990) menyatakan bahwa, walaupun neutrofil memiliki waktu penuh dalam sirkulasi hanya 6 jam, namun sel-sel ini cukup efektif dalam membersihkan luka dari pencemaran bakteri dalam jumlah normal. Aktivitas makrofag dimulai dalam 24 jam setelah insisi dan dapat berlanjut sampai beberapa minggu. Cooper juga mencatat bahwa makrofag sekarang dianggap sebagai sel esensial untuk proses penyembuhan, karena perannya dalam sekresi faktor angiogenesis.

2.    Fase poliferasi
Fase poliferasi dimulai selama stadium peradangan dan berlanjut selama sekitar 21 hari. Tepi luka tampak merah muda cerah dan ridge (punggung, bubungan) penyembuhan terbentuk 5-7 hari setelah insisi. Selama fase ini terjadi tiga kejadian utama, epitelisasi, neovaskularisasi dan sintesis kolagen.
Epitelisasi dimulai dalam 24 jam setelah insisi. Mitosis sel basal dan migrasi sel basal marginal bekerjasama untuk menjembatani celah yang tercipta oleh insisi. Dalam 48 jam, keseluruhan daerah telah dire-epitelisasi. Madden dan Arem (1981) mencatat bahwa respons cepat terhadap cedera ini tidak terbatas di daerah permukaan. Dengan demikian, benang yang berada di luka kulit selama lebih dari beberapa hari akan mengalami epitelisasi di saluran yang diciptakan oleh benang tersebut. Hal ini dapat menyebabkan bekas luka jahitan atau bahkan abses steril.
Neovaskularisasi terjadi akibat angiogenesis. Proses ini dimulai 2 hari setelah operasi dan mencapai aktivitas puncak dalam 7hari. Sel-sel endotel pembuluh yang ada berproliferasi untuk membentuk kapiler baru, yang merupakan penyebab mengapa tepi luka tampak berwarna merah muda terang. Wysocki (1989) mencatat bahwa setelah 6 sampai 8 minggu, peradangan mereda, vaskularitas berkurang dan warna kulit kembali ke normal.
Sintesis kolagen adalah fungsi fibroblast. Selain mengeluarkan AGF, makrofag juga mensekresikan factor penstimulasi fibroblast, yang berkombinasi dengan factor pertumbuhan yang dikeluarkan oleh trombosit yang mati pada saat-saat pertama cedera, untuk menyebabkan influx fibroblast ke dalam luka pada sekitar 24 jam kemudian. Serat-serat kolagen muncul pada hari ketiga.
Fibroblast dengan cepat mensintetis kolagen dan bahan dasar (ground substance), dan puncak produksi berlangsung dari hari ke-5 sampai ke-7. Kolagen jaringan nonluka cukup kuat, tetapi kolagen yang baru terbentuk, yang terdiri atas serat berukuran kecil dan kurang teratur, lemah. Kekuatan peregangan (tensile strength) kolagen ini meningkat dengan setelah hari ke-5.

3.    Fase pematangan (Maturasi)
Fase pematangan penyembuhan dimulai sekitar 21 hari setelah insisi dan dapat berlangsung setahun atau lebih. Kolagen yang dihasilkan lebih tebal dan lebih kompak dan serat-seratnya mulai membentuk ikatan silang. Kedua fenomena ini meningkatkan kekuatan peregangan luka. Sebagian besar luka memperoleh kembali sekitar 50% kekuatannya semula 6 minggu setelah pembedahan dan terus mengalami peningkatan kekuatan dengan tingkat yang konstan tetapi lebih lambat selama lebih dari setahun. Hanya sedikit luka yang dapat memiliki kembali kekuatan seperti sebelum insisi.
Remodeling kolagen yang bermakna terjadi selama stadium ini, disertai pembentukan dan penyerapan jaringan parut. Reabsorpsi kelebihan kolagen akan menimbulkan remodeling jaringan parut, meningkatkan kelenturannya, dan menyebabkan kontraksi garis jahitan. Perlu dicatat bahwa remodeling berlangsung lebih lama pada orang muda, sebagian jaringan parut memerlukan waktu sampai 2 tahun untuk menyelesaikan remodelingnya.

gbr fase penyembuhan luka

2.4 Faktor yang memengaruhi penyembuhan luka
faktor sistemik, antara lain:
a)      Usia, luka pada anak-anak biasanya sembuh lebih cepat dari pada orang dewasa karena metabolism tubuh mereka lebih cepat dan memiliki sirkulasi darah yang lebih baik. Orang dewasa atau lansia penyembuhannya lambat karena gangguan sirkulasi darah yang dialami mereka.
b)     nutrisi,  khususnya vitamin C yang jika kekurangan dapat menghambat proses sintesis kolagen
c)      kortikosteriod bias menekan inflamasi
d)     status metabolik, seperti penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan penyembuhan lambat karena mikroangiopati
e)      status sirkulasi darah yang baik bias membawa zat nutrisi, komponen darah, dll.
f)      hormonal, seperti glukokortikoid yang bisa menghambat sintesis kolagen
g)     penyakit jaringan ikat
h)     penyakit imunosupresi


DAFTAR PUSTAKA

Seymour I. Schwart. 2000. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Barbara J. Gruendemann, dkk. 2005. Comprehensive Perioperative Nursing. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar