BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada
kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran
dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). Definisi lainnya yaitu Luka
adalah rusaknya struktur dan fungsianatomis kulit normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Ketika
luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2.
Respon stres simpatis
3.
Perdarahan dan pembekuan darah
4.
Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel.
2.2 Jenis-Jenis
Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara
mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1.
Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang
mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup
(misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka,
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu
terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2.
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a.
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching
Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b.
Stadium II : Luka “Partial Thickness”
: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari
dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi,
blister atau lubang yang dangkal.
c.
Stadium III : Luka “Full Thickness” :
yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan
subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang
mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi
tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d.
Stadium IV : Luka “Full Thickness”
yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya
destruksi/kerusakan yang luas.
3.
Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a.
Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
b.
Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam prose penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.
2.3
Mekanisme terjadinya luka :
1.
Luka insisi (Incised wounds), terjadi
karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan.
Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (Ligasi).
2.
Luka memar (Contusion Wound), terjadi
akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada
jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.
Luka lecet (Abraded Wound), terjadi
akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak
tajam.
4.
Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi
akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan
diameter yang kecil.
5.
Luka gores (Lacerated Wound), terjadi
akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.
Luka tembus (Penetrating Wound),
yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.
Luka Bakar (Combustio)
2.3 Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan
fungsi jaringan yang rusak. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses
fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya
bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cedera. Penyembuhan luka adalah
suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan
regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi
pada luka pembedahan (Kozier,1995). Menurut Kozier, fase penyembuhan luka adalah sebagai berikut.
1. Fase Inflamatori
Fase
ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan)
akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh
darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di
daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin
yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk
dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan
mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah
dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan
dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai
darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan
sedikit bengkak.
Selama
sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang
24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris
melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor
angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh
darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
2. Fase Proliferatif
Fase
kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan.
Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai
24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan
substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak
dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan
aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi
penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin.
Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan
ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
3. Fase Maturasi
Fase
maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast
terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur
yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan
garis putih.
Sedangkan menurut Gruendemann. Dkk dalam buku Keperawatan Perioperatif (519-520), fase penyembuhan luka sebagai berikut.
1. Fase
peradangan (Inflamatori)
Fase peradangan dimulai saat insisi
bedah dan berlanjut selama 4-5 hari. Selama waktu ini, luka memperlihatkan
tanda-tanda klasik peradangan seperti kemerahan, panas, nyeri dan pembengkakan.
Selama fase ini terdapat dua peristiwa utama, hemostasis dan fagositosis.
Peristiwa awal bermula saat dinding
pembuluh terpotong sewaktu insisi bedah. Cedera pada dinding pembuluh tersebut
mengaktifkan trombosit dann menyebabkan kontriksi otot polos transien.
Kejadian-kejadian ini memicu pembentukan bekuan dan hemostasis. Segera sesudahnya, baik trombosit maupun
fragmen-fragmen system komplemen mengeluarkan berbagai faktor stimulasi yang
meningkatkan aliran darah dan permeabilitas kapiler darah halus dan menyebabkan
semua pembuluh halus lokal berdilatasi dan tetap berdilatasi selama beberapa
waktu setelah cedera. Hal ini memungkinkan leukosit fagositik (neutrofil dan
makrofag) yang dalam keadaan normal dorman bermigrasi ke tempat luka.
Fagositosis
dipicu oleh neutrofil. Cooper (1990) menyatakan bahwa, walaupun neutrofil
memiliki waktu penuh dalam sirkulasi hanya 6 jam, namun sel-sel ini cukup
efektif dalam membersihkan luka dari pencemaran bakteri dalam jumlah normal.
Aktivitas makrofag dimulai dalam 24 jam setelah insisi dan dapat berlanjut
sampai beberapa minggu. Cooper juga mencatat bahwa makrofag sekarang dianggap
sebagai sel esensial untuk proses penyembuhan, karena perannya dalam sekresi
faktor angiogenesis.
2. Fase
poliferasi
Fase poliferasi dimulai selama stadium
peradangan dan berlanjut selama sekitar 21 hari. Tepi luka tampak merah muda
cerah dan ridge (punggung, bubungan)
penyembuhan terbentuk 5-7 hari setelah insisi. Selama fase ini terjadi tiga
kejadian utama, epitelisasi, neovaskularisasi dan sintesis kolagen.
Epitelisasi
dimulai dalam 24 jam setelah insisi. Mitosis sel basal dan migrasi sel basal marginal
bekerjasama untuk menjembatani celah yang tercipta oleh insisi. Dalam 48 jam,
keseluruhan daerah telah dire-epitelisasi. Madden dan Arem (1981) mencatat
bahwa respons cepat terhadap cedera ini tidak terbatas di daerah permukaan.
Dengan demikian, benang yang berada di luka kulit selama lebih dari beberapa
hari akan mengalami epitelisasi di saluran yang diciptakan oleh benang
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan bekas luka jahitan atau bahkan abses
steril.
Neovaskularisasi
terjadi akibat angiogenesis. Proses ini dimulai 2 hari setelah operasi dan
mencapai aktivitas puncak dalam 7hari. Sel-sel endotel pembuluh yang ada
berproliferasi untuk membentuk kapiler baru, yang merupakan penyebab mengapa
tepi luka tampak berwarna merah muda terang. Wysocki (1989) mencatat bahwa
setelah 6 sampai 8 minggu, peradangan mereda, vaskularitas berkurang dan warna
kulit kembali ke normal.
Sintesis
kolagen adalah fungsi fibroblast. Selain mengeluarkan AGF,
makrofag juga mensekresikan factor penstimulasi fibroblast, yang berkombinasi
dengan factor pertumbuhan yang dikeluarkan oleh trombosit yang mati pada
saat-saat pertama cedera, untuk menyebabkan influx fibroblast ke dalam luka pada
sekitar 24 jam kemudian. Serat-serat kolagen muncul pada hari ketiga.
Fibroblast dengan cepat mensintetis
kolagen dan bahan dasar (ground substance), dan puncak produksi berlangsung
dari hari ke-5 sampai ke-7. Kolagen jaringan nonluka cukup kuat, tetapi kolagen
yang baru terbentuk, yang terdiri atas serat berukuran kecil dan kurang
teratur, lemah. Kekuatan peregangan (tensile strength) kolagen ini meningkat dengan
setelah hari ke-5.
3. Fase
pematangan (Maturasi)
Fase pematangan penyembuhan dimulai
sekitar 21 hari setelah insisi dan dapat berlangsung setahun atau lebih.
Kolagen yang dihasilkan lebih tebal dan lebih kompak dan serat-seratnya mulai
membentuk ikatan silang. Kedua fenomena ini meningkatkan kekuatan peregangan
luka. Sebagian besar luka memperoleh kembali sekitar 50% kekuatannya semula 6
minggu setelah pembedahan dan terus mengalami peningkatan kekuatan dengan
tingkat yang konstan tetapi lebih lambat selama lebih dari setahun. Hanya
sedikit luka yang dapat memiliki kembali kekuatan seperti sebelum insisi.
Remodeling kolagen yang bermakna terjadi
selama stadium ini, disertai pembentukan dan penyerapan jaringan parut.
Reabsorpsi kelebihan kolagen akan menimbulkan remodeling jaringan parut,
meningkatkan kelenturannya, dan menyebabkan kontraksi garis jahitan. Perlu
dicatat bahwa remodeling berlangsung lebih lama pada orang muda, sebagian
jaringan parut memerlukan waktu sampai 2 tahun untuk menyelesaikan
remodelingnya.
2.4
Faktor yang memengaruhi penyembuhan luka
faktor
sistemik, antara lain:
a) Usia, luka pada anak-anak biasanya
sembuh lebih cepat dari pada orang dewasa karena metabolism tubuh mereka lebih
cepat dan memiliki sirkulasi darah yang lebih baik. Orang dewasa atau lansia
penyembuhannya lambat karena gangguan sirkulasi darah yang dialami mereka.
b) nutrisi, khususnya vitamin C
yang jika kekurangan dapat menghambat proses sintesis kolagen
c) kortikosteriod bias menekan
inflamasi
d) status metabolik, seperti penyakit
diabetes mellitus yang menyebabkan penyembuhan lambat karena mikroangiopati
e) status sirkulasi darah yang baik
bias membawa zat nutrisi, komponen darah, dll.
f) hormonal, seperti glukokortikoid
yang bisa menghambat sintesis kolagen
g) penyakit jaringan ikat
h) penyakit imunosupresi
DAFTAR PUSTAKA
Seymour I. Schwart. 2000. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Barbara J.
Gruendemann, dkk. 2005. Comprehensive
Perioperative Nursing. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar